Saturday, July 23, 2016

Kerajaan LINGGA

Membahas tentang kerajaan Lingga.
Sebelum kita masuk, kita bertanya sejenak tentang perkataan “Lingga” . Apakah itu....?
  • Lingga itu berasal dari kerajaan Kalingga (kholing), India selatan.
  • Lingga dalam istilah istilah bahasa India waktu itu yang berarti “ patung batu” . India Kalingga kala itu membuat patung-patung Dewa (shiwalingga) dari batu karena mereka adalah penganut Agama Hindu.
  • Lingga/Khalingga (Kholing) ini kerap sekali berdampingan dengan Purwa (dibaca -purba) dari ras India Tamil. Karena Lingga ini ahli di bidang Ilmu tatanegara dan ketentaraan, sementa Purwa ini ahli dibidang perniagaan barang-barang antik (kuno) dan Rempah-rempah.
  • Lingga / Kalingga (Kholing) = Langge atau Linge dalam bahasa suku Gayor – Aceh.
  • Lingga berikut para leluhurnya sangat mengagumi Gajah Putih karena Gajah Putih ini dibuat menjadi tunggangan Raja sebagai lambang kewibawaan dan keagungan.
  • Lingga juga senang memelihara Kuda putih dan Harimau Putih (Babiat) karena mempuyai kesantian khusus.
LINGGA itu sebenarnya berasal dari Hindia Belakang yang disebut Kampung Kalingga yang kemudian berkembang menjadi kerajaan Kalingga. Kemudian menjelang abad I Masehi higga abad II masehi para pedagang dari kerajaan ini sering berlayar mengarungi Samudra Hindia dan berlabuh dipantai barat Sumatra yakni Singkuang dan Barus ( wilayah kerajaan Batak Tua) yangmana kala itu dikenal dengan pulau” Andalas”. Dan sebahagian ada yang berlabuh dipantai Sumatra bagian Utara ( Wilayah kerajaan Pedir-Aceh), wilayah kerajaan Sumatra Timur (daerah pangkalan Brandan) berikut pantai-pantai yang lain di pesisir Sumatra, begitu juga sampai kepantai pantai Nusantara yang lain seperti Pulau jawa dan Kalimantan.

Kala itu orang-orang yang termasuk dalam ras suku Kalingga ini memegang peranan pentig dalam perkembanagan dan kemajuan kerajaan Batak .Karena Mempunyai keahlian dibiadang ilmu Ketatanegaraan, Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya dan Kesehatan( Kethabiban). Pada masa kejayaan kerajaan Batak Tua ( Abad ke-5 sampai Ke-10) banyak sekali permintaan dari pedagang asing berupa kapur barus, Lada dan Repah-Rempah. Oleh sebab itu rakyat dari kerajaan Batak tua pergi mencari bahan-bahan yang dibutuhkan kedaerah-daerah lain seperti kedaerah Tanah Pakpak sampai kedaerah Aceh bagian timur yang dihuni oleh suku Gayor begitu juga sampai kewilayah kerajan Pedir yang bermukim di Aceh bagian timur ataupun dipesisir pantai Sumatra Utara. Kala itu kerajaan Pedir dipimpin oleh Raja yang berasal dari India Tamil yang Menganut Agama Budha dan Hindu.

Karena seringnya orang-orang dari kerjaan Batak ini berhubungan dagang dengan orang suku Gayor untuk mengumpulkan getah kamfer dan rempah-rempah akhirnya terjadilah hubungan yang erat. Keeratan hubungan ini dimulai sejak Krajaan Batak tua- kerajaan Barus- Kerjaan Pea Langge.
Sehingga pada saat jatuhnya kerajaan Pea Langge yang dipimpin oleh Raja Uti IV (Raja Malim) maka:
"Sebahagian / Sekelompok dari rakyat kerajaan Pea Langge pergi menyigkir kearah utara yang melewati sungai (Aek Ranuan) dan menjadikan jurang-jurang dari Sungai Ranuan itu menjadi benteng pertahanan dari serangan musuh. Lalu mereka mendirikan Perkampungan disana yang di sebut “Lingga Raja” dan di perkampungan inilah yang berkembang menjadi “kerajaan Lingga” yang dipimpin oleh Sri Raja Lingga atau yang dikenal dengan nama SiTunggul Raja (Abad ke-13) dan bertahan tanpa ganguan dari suku-suku lain. Kerajaan LINGGA ini sangat diagungkan rakyatnya kala itu karena di pimpin oleh raja yang tegas, adil, jujur dan bijaksana sehingga di kepemimpinan Raja-Raja yang berikutnya dijuluki dengan istilah “SIRAJA OLOAN” yang berarti raja yang harus dituruti perintahnya. Keturunan dari Siraja Oloan ini ada yang bermukim di daerah Toba sekarang".

Yang menjadi pertayaan, Mengapa Lingga itu menyebar sampai ke berbagai daerah ?
Kala itu (abad ke-14) ditengah-tengah ketenangan kerajaan Lingga tanpa ganguan dari suku-suku lain. Raja Lingga sedang sakit dan tak menentu hati dan fikirannya, lalu ditanyakanlah masalah penyakitnya itu kepada thabib kerajaan ( Guru Sibaso) dan paranormal (ahli perbintangan). Lalu para thabib kerajaan mendapatkan jawabannya bahwa, Raja akan sembuh apabila anak laki-lakinya yang paling bungsu ( Siappudan)disuruh pergi menjauh darinya.”Bagaikan kisah Dewa Rama kala itu”, Akhirnya dengan rasa berat hati dilaksakanlah ritual khusus dan dalam kesefakatan, putranya yang paling bunsgu itupun di suruh pergi meniggalkan desa dan keluarganya yang tercinta demi kesembuhan sang Ayah.Sibugsu ini pergi mengembara kedaerah Tanah Karo (Garo) dan Dia menjadi penggembala disana. Dalam beberapa waktu ternyata Raja pun sembuh dari sakit yang dialaminya.

Lalu Raja Lingga menyuruh putranya yang sulung agar pergi mencari dan mengajak agar Sibungsu kebali ke kampumg halaman karena sebenarnya Sang Raja sangat menyayangi Si bungsu. Dalam pengembaraanya teryata Putra Sulungnya itu bertemu dengan Sibungsu, lalu diajak untuk pulang tapi Sibungsu menolak karena dia merasa sakit hati sebenarnya dalam peristiwa itu. Lalu pulanglah Putra sulungnya dan mengatakan kepada raja tentang hal itu.

Kembali sang Raja menyuruh Putranya yang ke-2 untuk menemui dan membujuk Sibungsu agar mau pulang ke kampung. Saat keberangkatannya,Raja Lingga dengan putranya yang ke-2 membuat perjanjian: “ kalau engakau tidak berhasil membawa sibungsu, enkaupun tak uasah pulang”. Setelah ketemu ternyata sibungsupun tidak mau pualng ke kampung halamanya. Lalu putra yang kedua itu juga tidak pulang dan iapun melanjudkan pengembaraanya kedaerah Aceh bagian timur yang dihuni oleh suku Gayor. Di Aceh Ia menjadi seorag Teugku , dan disana ia di sebut dengan nama Nini Teungku yang bermarga Lingga/ Linggau = Linge.

Kemudian disusul oleh putra Raja Lingga yang ke-3 yang bernama Sibayak Lingga dengan perjanjian yang sama pula. Tetapi putra yang ke-3 inipun mendapat jawaban yang sama juga dari sibungsu. Akhirnya Diapun tidak pulang tetapi pergi juga mengembara ke daerah Aceh. Di daerah Aceh Dia bertemu dengan saudaranya yang sudah menjadi seorang Teungku. Akhirnya Sibayak Lingga ini dikenal orang dengan gelar Lingga ( Linge).

Setelah beberapa waktu di Aceh- Gayor Putra dari Raja Lingga dari Tanah Pakpak yang Bergelar Nini Teungku menikah dengan putri seorang sultan di Aceh gayor pada masa pemerintahan Sultan Machudum johan berdaulat dan Sultan Mahmud Syah yang berkusa di kerajaan Perlak sehingga diapun beranak cucu disana, lalu dikemudian hari suku gayor mengagkat Dia menjadi pemipin kerajaan yang disebut kerajaan LINGGA GAYOR .

Sementara yang bergelar Sibayak Lingga ini, Kala itu dia mau menikah di tanah Aceh, tetapi karena kesaktiannya yang dibawa lahir Dia tidak dapat disunat(kebal). Akhirnya sesuai dengan peraturan Agama Islam yang sedemikian tidaklah dapat direstui untuk menikah. Akhirnya Dia tidak jadi menikah di Tanah Aceh, dan setelah sekian lama Dia kembali ke Tanah Karo untuk menemui adiknya yang bungsu. Bertepatan dengan kedatanganya ketanah Karo, disana ada seorang Raja mengadakan satu sayembara yakni,pertandingan melawan kerbau besar(Nanggalutu)karena Sang Raja tidak dikaruniai seoramg putra.Raja mengumumkan,” Barang siapa yang dapat mengalahkan kerbau Nanggalutu itu, Dia akan dinikahkan dengan putri Raja, dan akan menjadi pemimpin dikerajaanya”. Ternyata dari sekian banyak pangeran yang mengikuti sayembara, Sibayak Lingga lah yang keluar sebagai pemenangnya. Dan akhirnya dia menikah dengan Putri Raja dan dikemudian hari Dia mendirikan kerajaanya disana yang disebut demgan kerajaan Sibayak Lingga ( di Kuta Lingga sekarang, kabupaten Karo Sumatra Utara). kerajaannya inipun berdekatan dengan kerjaan ayahnya yang berkusa di Tanah Pakpak-Dairi (daerah sumbul sekarang).

Sesuai dengan cerita leluhur dan informasi yang menyebar ditengah-tengah masyarat melalui media massa dan media elektronik bahwa, Raja Lingga Gayor yang dikenal dengan nama Nini Teungku mempunyai 4 orang anak yakni:
. Empu beru (Datu Beru)
“Datu” dalam bahasa batak pakpak-dairi = Orang sakti/paranormal.
“Beru”= Putri
. Sebayak Lingga ( Ali Syah)
Mirip dengan nama saudara Ayahnya. (Sibayak = Raja kaya-raya)
. Meurah Johan (Johan Syah)
. Meurah Lingga ( Malam Syah)
konon ceritanya Raja Lingga gayor ini lebih menyayangi anaknya yang paling bungsu, sehingga membuat putra-putranya yang lebih tua pergi mengembara kedaerah lain, yakni;

. Sebayak Lingga,dikatan kala itu pergi ke Tanah Karo tetapi selanjudnya dia mengembara kedaerah kepulauan Riau lalu Dia beranak- cucu dan menjadi Sultan disana . Sultan pertama Riau Lingga bergelar, Sultan Abdul muzzam syah.(tahun 1528 – 1824 M). kemudian berubah menjadi kerajaan Riau Lingga yang berdiri pada tahun 1828 – 1911M wilayahnya mencakup kepulaun Riau ,Johor ,selangor , singapura,dan daerah lain di sumatra yang berbatasan dengan wilayah kerajaan Siak (profinsi Riau sekarang). Kerjaan Riau Lingga ini mengalami puncak kejayaanya pada masa kepemimpinan Sultan Sulaiman Alamsyah sekitar tahun 1857 – 1883. Sebagai bukti dari peninggalan kerajaan Lingga Riau ini adalah adanya Pulau Lingga yang didapati di kepulauan Riau, dan Sultan/ Raja yang pernah memimpin disana selalu menggunakan nama yang berakhiran “Syah” yang diprediksi bahwa Nenek Moyang mereka , berhubungan dengan kerajaan Lingga Gayor – Aceh yang selalu mengguakan akhiran nama “Syah”.
  • Meurah Johan (Johan Syah) mengembara kedaerah Aceh besar dan mendirikan kerajaannya yang bernama LAMKARAK (Lam oeii ) yang kemudian dikenal dengan kerajaan Lamuri.
  • Meurah Lingga (Malam Syah) tetap tinggal di Linge Gayor (kerajaan Lingga Gayor) selanjutnya menjadi Raja Lingga Gayor turun temurun dan mempunyai 2 orang Putra :
  1.  Meurah Silu yang bermigrasi ke daerah Pasai dan menjadi pegawai Kesultanan Daya (Syah) yang dipimpin oleh orang-orang Arab.
  2. Meurah Menge yang berkuasa di daerah Linge- Aceh Tengah dilereng Keramil Paluh. Meurah Menge sangat dihormati disana dan diakhir hayatnya Dia dimakamkan di daerah Wihni Rayang.
Nb. Raja Lingga Gayor atau yang dikenal degan gelar Nini Tengku ini, diakhir hayatnya sangRaja ini pergi mengembara dari Aceh-Gayor menuju Tanah Karo untuk menemui Sang Adik/ Sibayak Lingga. Namun sebelum sampai ke Kuta Lingga Beliau wafat GUNUNG SIBAYAK setelah menatap Kerajaan / Kuta Lingga dari gunung itu. Sesuai dengan cerita leluhur sampai sekarang jasadnya masih berada di Gunung Sibayak.

Sebuah Pertayaan lagi “Mengapa Lingga itu sampai ke tanah Simalungun?” Pada abad ke-16 M ada acara pelamaran Putri Raja, Yang mana Putri dari kerajaan Sibayak Lingga dari Tanah Karo dilamar oleh Putra Raja dari Hinalang, yang bermarga Purba-Tanah Simalungun. Sesuai dengan adat yang berlaku pada saat itu setelah selesai acara pemberkatan pernikahan lebih kurang dari satu bulan pihak Putra Raja Hinalang harus datang kembali berkunjung (manuruk-nuruk) ke rumah orang tua sang Putri. Teryata hal itu belum dilaksanakan oleh Fihak Sang Raja Hinalng. Kemudian Fihak Raja Sibayak Lingga menyampaikan pesan kepada saudaranya di kerajaan Lingga Raja di Tanah Pakpak-Dairi agar sudikiranya menjenguk Putri ke Tanah Simalungun dan menyinggung tentang adat itu. Karena pantang bagi adat Batak yang bersangkutan langsung menjenguk apalagi dalam posisinya sebagai Fihak Perempuan (Tondong dalam istilah simalungun, Kalimbubu dalam istilah Karo). Lalu Saudaranya dari kerajaan Tanah Pakpak-Dairilah yang menjenguk Sang Putri Ke Hinalang-Simalungun. Raja Lingga dari Pakpak-Dairi mengutus seorang Putranya yang bernama Tuan Mbun Lingga menuju Hinalang.
Setelah Tuan Mbun Lingga tiba di pintu gerbang kerajaan Hinalang, terjadilah pertengkaran dengan penjaga gerbang sampai kepada uji kesaktian. Akhirnya mereka mengetahui bahwa Mbun Lingga yang sakti mandraguna adalah utusan dari Sibayak Lingga untuk menjenguk sang Putri. Lalu Sang Putri mengatakan bahwa orang itu adalah saudara Ayahnya (Bapa Tua) yang datang dari Pakpak-Dairi. Setelah bertutur sapa dan berbincang selama satu malam, lalu mereka bergegas membawa rombongan menuju kerajaan Sibayak Lingga yang berada di tanah Karo. Sampai di Karo disampaikanlah adat yang dimaksudkan, Setelah Pulang dari tanah Karo, Raja Hinalang-Simalungun mengajak Tuan Mbun Lingga agar singgah dulu Ke Hinalang-Simalungun, tetapi setelah tiba di Hinalang-Simalungun, Raja menawarkan agar tinggallah di kerajaanya, dan tenyata Sang Raja Hinalang-Simalungun sudah mengatur seorang Putri yang menjadi Istri dari Tuan Mbun Lingga.

Akhirnya Tuan Mbun Lingga menikah dengan seorang Putri Boru Tondang dan tinggal di Hinalang-Simalungun. Dari hasil pernikahannya Tuan Mbun Lingga memperoleh 3 orang putra;
  1. Jomat Lingga.
  2.  Homul Ligga.
  3.  Binuh Lingga.
Dikemudian hari dari Putra-putranya inilah Lingga semakin banyak dan menyebar di Tanah Simalungun dan tetap mengguakan marga Lingga sebagai marga-marga mereka. Lalu disusul oleh saudaranya yang datang dari tanah karo (Kuta Lingga) yakni Sinulingga dan Barus,dan tetap menggunakan marga Lingga di Simalungun karena memang mereka adalah sama-sama keturunan dari kerajaan Lingga.

Artikel Terkait

Kerajaan LINGGA
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email